Usai memebenarkan kejadian penguntitan yang dilakukan anggota Densus 88 Antiteror Polri kepada Jaksa Agung Muda Bidang Tindah Pidana Khusus (Jampidsus) Febri Ardiansyah, hingga kini korps Bhayangkara masih bungkam terkait alasan hal itu terjadi.
“Harusnya penjelasan atau klarifikasi itu dilakukan untuk mencegah asumsi liar kemana-mana,” kata Peneliti bidang Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto dalam keterangannya, Selasa (4/6/2024).
Menurut Bambang, Polri secara tak langsung juga mengabaikan adanya fakta peristiwa penguntitan yang terjadi karena tak mengungkapkan motifnya. Berdasarkan perspektif studi sosial-politik, lanjut Bambang, hal ini dapat dijelaskan melalui salah satu teori pengekangan masyarakat yang disebut Huxleyan.
Singkatnya, menurut Bambang, dalam teori tersebut pemerintah sengaja membanjiri informasi atau membiarkan asumsi-asumsi semakin liar supaya masyarakat bingung, sehingga akhirnya masyarakat menjadi bersikap acuh atau tidak peduli terhadap informasi.
“Bila itu terjadi tentu bisa dibaca sebagai sinyal-sinyal upaya melemahkan suara kritis masyarakat,” tambah dia.
Diketahui, Polri maupun Kejaksaan Agung juga sudah membenarkan adanya kejadian penguntitan yang dilakukan anggota Densus 88 terhadap Jampidsus.
Bahkan, Polri juga membenarkan bahwa anggota yang menguntitnya bernama Bripda Iqbal Mustofa (IM).
“Jadi tadi sudah kami sampaikan di awal bwhwa memang benar ada anggota yang diamankan di sana, dan identitasnya memang benar (Bripda Iqbal Mustofa) anggota tersebut, dan sudah dijemput sama Paminal,” kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Sandi Nugroho