Merespons diberikannya izin usaha tambang untuk organisasi kemasyarakatan dan keagamaan (ormas), Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah menyebut, belum ada pembahasan apapun terkait izin usaha yang diberikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) tersebut.
Sekretaris PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengatakan, pihaknya juga tidak akan terburu-buru merespons pemberian izin melalui terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 Tentang Perubahan Atas PP Nomor 96 Tahun 2021 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara tersebut.
“Kalau ada penawaran resmi Pemerintah kepada Muhammadiyah akan dibahas dengan seksama,” kata Mu’ti dalam keterangannya Selasa (4/6/2024).
Menurut Mu’ti, Muhammadiyah akan mengukur kemampuan diri terkait pemberian izin usaha tambang tersebut. Sebab, tidak ingin pengelolaan tambang nantinya malah menimbulkan masalah bagi organisasi, masyarakat, bangsa, dan negara.
“Kemungkinan ormas keagamaan mengelola tambang tidak otomatis karena harus memenuhi persyaratan,” ujar Mu’ti.
Sebagaimana diberitakan, Presiden Jokowi menandatangani PP Nomor 25 Tahun 2024 Tentang Perubahan Atas PP Nomor 96 Tahun 2021 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Dilansir dari salinan resmi PP Nomor 25 yang diunggah di laman resmi Sekretaris Negara, Jumat (31/5/2024), aturan tersebut diteken pada 30 Mei 2023.
Dalam Pasal 83A yang membahas Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) Secara Prioritas, disebutkan bahwa memberikan izin kepada ormas untuk mengelola pertambangan. Pada pasal 83A ayat (1) dijelaskan bahwa dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, WIUPK dapat dilakukan penawaran secara prioritas kepada badan usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan dan keagamaan.
Kemudian, WIUPK sebagaimana dimaksud pada ayat 1 merupakan wilayah eks Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B). Adapun IUPK dan atau kepemilikan saham organisasi kemasyarakatan keagamaan pada badan usaha tidak dapat dipindahtangankan dan atau dialihkan tanpa persetujuan menteri.