Eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) merasa dituduh oleh anak buahnya melakukan dugaan korupsi berupa pemerasan dan penerimaan gratifikasi dari pejabat Kementerian Pertanian (Kementan).
SYL mengaku selama menjabat telah bekerja atas kepentingan negara dan kebutuhan seluruh rakyat Indonesia. hal ini dirinya sampaikan ke ahli hukum pidana dari Universitas Pancasila, Prof Agus Surono dalam persidangan di PN Tipikor Jakarta. Agus dihadirkan sebagai ahli untuk meringankan SYL dalam persidangan tersebut.
“Ini kan ada UU No 2 yang membenarkan Perpu No 1 Tahun 2020 tentang Kedaruratan yang menjadi pendekatan. Maafkan saya Pak JPU (Jaksa KPK). Saya harus jelaskan ini, saya siap dihukum, cuman memang saya berharap ini harus dilihat dalam konteks kepentingan nasional. Bapak adili saya dalam Indonesia yang lagi normal, sementara pendekatan yang saya lakukan pada saat saya menjadi menteri adalah kepentingan negara, kepentingan rakyat yang 287 (juta) yang terancam dan semua bisa selesai,” kata SYL dalam ruang sidang.
SYL heran para pegawai Kementan itu tidak melaporkan permasalahan tersebut awalnya kepada lembaga pengaduan pemerintah seperti Komisi ASN, Komisi PTUN hingga Komisi Ombudsman.
Ia pun mempertanyakan anak buahnya itu tidak mengkonfirmasi langsung kepada dirinya terkait permintaan uang yang menjual nama dirinya.
“Maafkan saya, oleh karena itu katakanlah kalau ada yang mengatakan dipaksa, kalau bawahan tidak mau melakukan dia harus diganti kan ada Komisi ASN, ada Komisi PTUN, ada Komisi Ombudsman yang bisa tempatnya untuk seseorang lari untuk melakukan bahwa saya tidak mau dengan itu. Atau minimal, maaf ini kalau agak masuk, minimal dia konsultasi atau kembali bertanya sama saya, kalau dia tidak menanyakan, katakan kalau dia, dia yang dikatakan karena seragam ini jawaban, maaf ini,” tuturnya.
Ia melihat hingga dirinya diproses hukum dengan dugaan melakukan tindak pidana korupsi berupa pemerasaan dirinya merasa difitnah oleh pegawainya. Eks Mentan itu menegaskan sekali terkait permintaan uang tersebut ‘atas nama kemauan menteri’ itu didengar oleh pegawainya dari orang lain bukan dari dirinya langsung.
“Seakan-akan tinggal menuduh ini pimpinan, ini kemauan menteri, kenapa nggak konsultasi sama saya? dan selalu saja ada katanya katanya, tidak pernah langsung dengar sama saya,” tegasnya.
SYL menanyakan ke ahli terkait pendekatan hukum pidana dengan kondisi tersebut. Dia bertanya pertanggungjawaban hukum dengan kondisi itu dibebankan ke pimpinan atau bawahan.
“Pada pendekatan pidana itu termasuk delik pidana atau itu sesuatu yang harus dikaji lebih jauh? apakah ini masuk pada pendekatan yang pertanggung jawaban pidana ke saya, kepada pimpinan, ataukah ini sesuatu yang katakanlah tadi harus mendapatkan pendekatan hukum yang berbeda? Itu yang saya mau tahu,” tanya SYL.
Prof Agus kemudian memberikan penjelasan. Prof Agus mengatakan parameter pertanggungjawaban itu berpatokan pada itikad baik pada perintah yang diberikan yakni kode etik dan Peraturan Perundang-undangan.
“Mohon izin Yang Mulia, tadi intinya yang ingin saya tegaskan dan saya sampaikan kembali bahwa terkait dengan pertanggungjawaban pimpinan ataukan bawahan bapak, itu tadi saya sudah sampaikan patokannya adalah ketika ada perintah dari pimpinan dan bawahan sudah melaksanakan perintah dengan itikad baik maka ini sudah bergeser,” kata Prof Agus.
Maka itu, pandang Agus, tanggung jawab perbuatan bawahan tak bisa digeser pada atasannya. Apalagi perbuatannya di luar perintah.