Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberi ruang bagi organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan untuk mengelola Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK).
Meskipun telah diberikan ruang untuk mengelola wilayah tambang, namun tak semua ormas keagamaan menyambut uluran tangan dari pemerintah tersebut. Adapun, dari sekian banyak ormas keagamaan, hingga kini baru PBNU yang mengajukan izin WIUPK.
Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), dan Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) sejauh ini menolak tawaran dari pemerintah itu. Sementara itu, Muhammadiyah sepertinya tidak ingin tergesa-gesa dalam mengambil tawaran tersebut.
KWI
Sekretaris Komisi Keadilan dan Perdamaian, Migrant, dan Perantau serta Keutuhan Ciptaan KWI Marthen Jenarut menyampaikan bahwa gereja Katolik selalu mendorong tata kelola pembangunan yang sesuai prinsip berkelanjutan.
Menurut dia, pertumbuhan ekonomi tidak boleh mengorbankan hidup masyarakat dan kelestarian lingkungan hidup.
“Karena itu, KWI sepertinya tidak berminat untuk mengambil tawaran tersebut,” kata Marthen, melalui keterangan tertulis, dikutip Senin (10/6/2024).
Ia menilai KWI adalah lembaga keagamaan dengan peran-peran seperti, tugas-tugas kerasulan diakonia (pelayanan), kerygma (pewartaan), liturgi (ibadat) dan martyria (semangat kenabian).
PGI
Ketua Umum PGI Pendeta (Pdt) Gomar Gultom mengapresiasi langkah yang dilakukan Presiden RI Jokowi. Sebab, Jokowi menunjukkan komitmen untuk melibatkan sebanyak mungkin elemen masyarakat untuk turut serta mengelola sumber daya alam di Indonesia.
Meski demikian, ia menilai bahwa pengelolaan tambang tidak mudah untuk dilakukan. Mengingat ormas keagamaan memiliki keterbatasan dalam pengelolaan IUP.
“Apalagi dunia tambang ini sangatlah kompleks, serta memiliki implikasi yang sangat luas. Namun mengingat setiap ormas keagamaan juga memiliki mekanisme internal yang bisa mengkapitalisasi SDM yang dimilikinya, tentu ormas keagamaan, bila dipercaya, akan dapat mengelolanya dengan optimal dan profesional,” ujarnya.
Gomar menekankan, dengan pemberian IUP kepada berbagai Ormas keagamaan di Indonesia sebaiknya tidak mengesampingkan tugas utama dari ormas itu sendiri yakni membina umat dan tidak terkooptasi dengan mekanisme pasar.
“Dan yang paling perlu, jangan sampai ormas keagamaan itu tersandera oleh rupa-rupa sebab sampai kehilangan daya kritis dan suara profesinya,” tegasnya.
HKBP
Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) menolak menerima konsesi izin tambang yang telah ditawarkan oleh Presiden Joko Widodo. HKBP mengajukan sejumlah alasan atas penolakannya itu.
“Bersama ini kami dengan segala kerendahan hati menyatakan bahwa HKBP tidak akan melibatkan dirinya sebagai gereja untuk bertambang,” ungkap Ephorus HKBP, Robinson Butarbutar dalam keterangan tertulis, Sabtu (8/6/2024).
Robinson mengatakan, berdasarkan Konfesi HKBP 1996, lembaganya merasa ikut bertanggung jawab menjaga lingkungan hidup yang telah dieksploitasi umat manusia atas nama pembangunan sejak lama. Dia mengatakan, eksploitasi itu telah menyebabkan kerusakan lingkungan hingga pemanasan bumi yang tak terbendung dan harus diatasi.
Dia mengatakan, salah satu cara mengatasi masalah lingkungan itu adalah dengan pengembangan teknologi ramah lingkungan seperti, energi matahari, energi angin, dan lainnya. HKBP juga mengutip sejumlah ayat dalam kitab suci mengenai tanggung jawab manusia menjaga lingkungan.
“Kami sekaligus menyerukan agar di negeri kita pemerintah bertindak tegas terhadap para penambang yang dalam pelaksanaannya tugasnya tidak tunduk pada undang-undang yang telah mengatur pertambangan yang ramah lingkungan,” kata dia.
Muhammadiyah
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengatakan bahwa kebijakan tersebut merupakan wewenang pemerintah. Namun untuk mengelola tambang tidak mudah dilakukan begitu saja.
“Kemungkinan ormas keagamaan mengelola tambang tidak otomatis karena harus memenuhi persyaratan,” ujar Mu’ti.
Mu’ti menegaskan sampai saat ini tidak ada pembicaraan pemerintah dengan Muhammadiyah terkait dengan kemungkinan pengelolaan tambang.
“Kalau ada penawaran resmi pemerintah kepada Muhammadiyah akan dibahas dengan seksama,” jelas Mu’ti.
Mu’ti juga menekankan bahwa Muhammadiyah tidak akan tergesa-gesa dan mengukur kemampuan diri. Tujuannya agar pengelolaan tambang tidak menimbulkan masalah bagi organisasi, masyarakat, bangsa, dan juga negara
Sementara itu, eks Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin sempat meminta Ormas Muhammadiyah untuk menolak ‘jatah’ Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang ditawarkan oleh pemerintah.